BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Setelah
tumbangnya rezim Orde Baru Indonesia menapaki
REFORMASI di segala bidang,guna mewujudkan pemrintahan yang
demokratis,guna memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat,goodgoovernance,
melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Pemerintah
dan DPR telah jelas menunjukkan political will untuk
melaksanakan otonomi daerah dandesentralisasi pada tahun
anggaran 2001. Dalam konteks otonomi daerah, desentralisasi
dimaksudkan agar daerah lebih mampu mengembangkan inisiatif dan
kreativitas daerah dan sumberdayanya untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan
sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah.2 Namun kesemuanya itu perlu diimbangi dengan pengendalian yang
memadai agar tidak menimbulkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) baru atau
memindahkan KKN dari tingkat Pusat ke Daerah, antara lain dengan adanya
amanat dalam Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara
yang bersih dan bebas KKN, yang telah ditindaklanjuti dengan UU No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta terbitnya UU
No. 20 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Disamping
itu, saat ini juga telah terbit UU di bidang Keuangan Negara, yang meliputi UU
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, serta sebentar lagi akan terbit UU Pemeriksaan atas Tanggungjawab dan
Pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka menegakkan 3 pilar utama good
governance, yaitu akuntabilitas, transparansi danapartisipasi masyarakat luas,
yang telah menjadi komitmen pemerintah sejak dimulainya era reformasi
hingga saat ini.
1.2. Rumusan Masalah
Setelah
10 (sepuluh) tahun perjalanannya remormasi, kita perlu meninjau ulang
apakah pengendalian,termasuk alat-alat penting pengendaliannya, telah
dapat berjalan secara memadai dalam mengawal keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi, supaya lebih mampu mengembangkan inisiatif dan
kreativitas daerah dan sumberdayanya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan
pemberdayaan masyarakat, yang bebas dari KKN ? Sehubungan dengan hal timbul
pertanyaan sejauh mana agenda reformasi itu terimplentasi.kerena pada
kenyataannya smpai saat ini lembaga-lembaga pengawas administrasi/keuangan
kurang maksimal adanya,hal ini di tenggarai dengan adanya para birokrat di
daerah yang tersandung kasus korupsi.hal ini menandakan bahwa pelimpahan KKN
dari PUSAT pd DAERAH.hal ini yang perlu kita cermati bersama,bahwa setiap
kebijakan public perlu adanya pengendalian dari berbagai pihak untuk mengawal
kebijakan tersebut pada tujuan yang telah di rencanakan secera efektif dan efisien
serta bersifat rasionalitas.
1.3.TUJUAN
Tujuan PENGENDALIAN ADMINISTRASI
:Untuk mencapai tingkatan kinerja yang telah di rencanakan.menjamin susunana
administrasi yang baik dalam operasi unit-unit pemerintahan daerahbaik secara
internal maupun eksternal untuk memperolah perpaduan yang maksimum dalam
pengelolaan pembangunan daerhdan pusat dalm rangka memberikan pelayanan serta
membrikan perlindungan pulik dari penyalahgunaan wewenang para penguasa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Devinisi Pengendalian
Administratif
·
Pengendalian atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh pemerintah, gubernur dan
bupati/walikota adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa berjalan sesuai rencana dan aturan
yang berlaku. Pengendalian ini dilakukan oleh aparat pengawas
intern pemerintah sesuai bidang kewenangannya masing-masing (pp no.79/ 2005)
·
Pengelolaan
keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penetausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah
(pp no.58/2005)
·
Pengendalian administrasi
umum pemerintahan, dilakukan terhadap kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai
daerah, keuangan daerah dan barang daerah.
·
Pengendalian urusan
pemerintahan, dilakukan terhadap urusan wajib, urusan pilihan, dana
dekonsentrasi, tugas pembantuan, kebijakan pinjaman dan hibah luar negeri.
Pada
prinsipnya pengendalian administrasif adalah,untuk memetuhi pereturan
berdasarkan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan sebuah organisasi yang telah
di tentukan.
2.2.Faktor Penyebab
Penyimpangan dalam Administratif (korupsi)
Faktor
terjadinya korupsi yang sangat mendasar di daerah adalah factor politik dan kekuasaan,(legaslatif
maupun ekskutif)yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang di miliknya
untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun golangan,dengan modus yang berbagai
ragam;Mulai perjalanan dinas yang fiktif,penggelembungan dana APBD.yang
mengatasnamakan rakyat,demi mencai keuntungan pribadi maupun kelompoknya.
Factor ekonomi. Factor
ini tidak terlalu mendasar jika di bandingkan dengan factor politik dan kekuasaan.Alasanyapun konvensional ,artinya tidak
seimbangnya penghasilan dengan kebutuha hidup yang harus di penuhi
Faktor nepotisme;karena
masih kentalnya semangat nepotisme, baik di sector public maupun sewasta,
terutama di daerah-daerah dalam penempatan posisi yang strategis tidak jarang
kemudian menimbulkan penyalahgunaan kewenangan, khususnya yang berhubungan
dengan keuangan negara.
1.
(Hari Sabarno)
menyatakan bahwa permasalahan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah adalah lemahnya sistem
pembukuan atau akuntansi, pengendalian, pengendalian,
dan sistem informasi keuangan daerah, yang mengakibatkan rendahnya unsur transparansi dan akuntabilitas.
Disadari juga bahwa belum adanya
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Analisa Belanja (SAB) mengakibatkan sangat sulitnya
menentukan besarnya jumlah kebutuhan/total
pengeluaran yang layak bagi daerah otonom. Akibat lain dari belum
adanya SPM dan SAB tersebut adalah
menyulitkan pengendalian/penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah yang bersangkutan dalam melaksanakan
kewenangannya.
2.
J B Sumarlin
(Mantan Ketua BPK)4 menyatakan bahwa dengan semakin besarnya tuntutan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang didasarkan pada
prinsip-prinsip good governance, maka kebutuhan terhadap peran pengendalian
akan semakin meningkat. Pengendalian itu perlu dilaksanakan secara
optimal, yaitu dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi
auditee (organisasi, pemerintah dan negara) dalam merealisasikan
tujuan/program secara efektif, efisien dan ekonomis. Pengalaman menunjukkan
bahwa banyaknya aparat pengendalian justru menimbulkan inefisiensi,
karena timbulnya pemeriksaan yang bertubi-tubi dan tumpang tindih diantara
berbagai aparat pengendalian intern pemerintah, serta antara aparat pengendalian intern
pemerintah dengan aparat pengendalian ekstern pemerintah (BPK). Di
samping itu, disinyalir juga bahwa pengendalian baru mencapai
fungsinya yang bersifat korektif dan belum mencapai fungsinya yang bersifat
preventif. Keberhasilan fungsi preventif pengendalian harus
diperankan dan dilaksanakan oleh suatu sistem pengendalian intern yang
memadai..
3.
J.B. Sumarlin
(Mantan Ketua BPK), Pokok-Pokok Sambutan Tentang Optimalisasi Pengendalian
Manajemen Pemerintah Menuju terciptanya good governance halaman 5 dan 6,
disampaikan dalam Half DaySeminardengan tema ”Pengendalian dan
Governance Keuangan Negara”, Diselenggarakan oleh IAI Kompartemen Akuntan
Sektor Publik di Jakarta 13 Januari 2004. menyatakan bahwa salah satu
kelemahan sistem pengelolaan keuangan pemerintah saat ini adalah kelemahan di
bidang akuntansi, pelaporan, pengendalian, dan auditing, meliputi :
•
Tanggung jawab
penggunaan uang oleh kementerian belum cukup tegas
•
Belum tersedia standar akuntansi bagi
pelaporan keuangan pemerintah, serta belum jelas otoritas pembuat standar
dimaksud Laporan keuangan hanya meliputi
realisasi anggaran dan penyajiannya sangat lambat
•
Gagalnya fungsi
pengendalian internal yang melekat (built-in)
•
Tumpang tindih
yang eksesif (berlebihan) antara audit eksternal dan internal pemerintah.
•
Penekanan audit
atas kebenaran formal dan bukan kebenaran material
•
Kurang
efektifnya lembaga internal audit
Berdasarkan
kelemahan tersebut, ditetapkan beberapa pilar pengendalian dalam UU Keuangan
Negara dan UU Perbendaharaan Negara, yaitu:
•
Rencana Kerja dan Anggaran berbasis kinerja
•
Klasifikasi anggaran dalam 3 dimensi (fungsi, jenis belanja dan
satuan organisasi)
•
Anggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
•
Cash disbursement planning
Pengendalian
Intern Pemerintahan: dalam rangka meningkatkan kinerja,transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Presiden selaku Kepala
Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalianintern di
lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.Akuntabilitas publik dapat dibangun
atas dasar 4 komponen, yaitu sistem
pelaporan keuangan, sistem pengukuran kinerja, pengauditan sektor publik
dan berfungsinya saluran akuntabilitas publik yang tersistem dan terkoordinasi dengan baik serta menciptakan check
and balance melalui lembaga yang
berfungsi sebagai pelaksana (eksekutif), pengontrol (legislatif), pemeriksa (auditor), dan penegak hukum
(yudikatif). Diperlukan juga system pengendalian keuangan
negara yang mampu mengatasi korupsi, baik formal (oleh lembaga yang secara
formal ditugaskan untuk mengawasi), maupun informal (oleh masyarakat/lembaga independen dan media massa), yang dikaitkan
dengan keterbukaan informasi. Dalam proses pengendalian, pengendalian dan
pemeriksaan perlu dibedakan siapa
berperan apa dan kapan peran itu boleh dilakukan, yang ditegaskan dengan peraturan perundangan, karena peran-peran
tersebut diperankan oleh pemain yang
berbeda, dan fungsi lembaga pengendalian
eksternal (BPK) dan internal (APIP) tersebut meskipun sangat berbeda, tetapi keduanya
saling mengisi dan melengkapi. Keduanya merupakan unsur-unsur penting yang
diperlukan dan tidak saling menggantikan untuk terselenggaranya good governance dalam manajemen pemerintahan
negara. Lembaga pengendalian internal
pemerintah diperlukan untuk mendorong terselenggaranya manajemen pemerintahan yang
bersih, efektif dan efisien pada tiap tingkat pemerintahan, mulai dari
Presiden, Menteri/Pimpinan LPND, Gubernur/Bupati/Walikota. Pengendalian internal tidak hanya
dilakukan pada saat akhir proses manajemen saja, tetapi berada pada setiap tingkatan
proses manajemen. Perubahan paradigma pengendalian internal yang telah meluas dari sekedar watchdog
(menemukan penyimpangan) ke posisi yang lebih luas yaitu pada efektivitas
pencapaian misi dan tujuan organisasi, mendorong pelaksanaan pengendalian ke arah pemberian
nilai tambah yang optimal. Tiga tantangan yang diungkap dalam makalahnya, yaitu :
2.1. Sebab Praktek-praktek KKN
Cenderung Semakin Meluas.
Hal
ini menggambarkan kurang efektif dan belum mantapnya peran dan fungsi pengendalian internal, disamping
faktor-faktor lain.Kelembagaan pengendalian internal
dan tumpang tindih pengendalian. Masing-masing lembaga pengendalian terkesan berjalan
sendiri-sendiri sehingga belum terbentuk secara mantap sinergi, baik antara
aparat pengendalian internal
dan eksternal, maupun antar aparat pengendalian internal sendiri. Hal ini disebabkan belum efektifnya atau
bahkan belum adanya ketentuan/peraturan perundangan yang secara jelas mengatur
mekanisme, domain, dan hubungan kerja diantara aparat pengendalian intern pemerintah.
Kurangnya
perhatian dari manajemen instansi untuk membangun system
pengendalian
yang andal, sehingga mengurangi kualitas pelaksanaan pengendalian dan tindak lanjut
hasil pengendalian.Pengendalian internal
diharapkan tidak hanya menggunakan pendekatan single loop learning, akan tetapi
lebih kepada double loop learning. Artinya tidak hanya melakukan pengujian atas
realisasi yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan, tetapi juga
mempertimbangkan dan memberdayakan system pengendalian intern yang ada pada
organisasi, sehingga dapat terjadi suatu mekanisme pengendalian yang
terintegrasi antara pencegahan dan penindakan secara terus menerus dalam menanggulangi dan mencegah praktek-praktek
KKN, serta menutup celah-celah yang membuka peluang bagi tindakan yang
merugikan organisasi serta menghambat pencapaian misi dan tujuan organisasi.
Permasalahan
kewenangan antar lembaga pengendalian internal
pemerintah
perlu
lebih diperjelas dan dipertegas. Perlu ada kesadaran
bahwa aktivitas pemerintahan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh setiap
unit organisasi baik di pusat maupun daerah, saling terkait satu
sama lain. Mengingat risiko pemerintah secara keseluruhan, maka pengendalian
dan pengendalian perlu
tetap dipandang dari sudut kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk itu diperlukan penegasan kewenangan dan penataan ulang mekanisme kerja
dan koordinasi pengendalian antar
aparat pengendalian intern
pemerintah, sehingga dapat mewujudkan pengendalian yang efisien, efektif dan sinergis.
fungsi
audit internal dalam manajemen
pemerintahan masih belum berjalan secara optimal,
meskipun fungsi tersebut telah dilakukan secara berlapis-lapis. Beberapa
masalah yang perlu diperhatikan dalam rangka
optimalisasi fungsi audit internal tersebut pada pemerintahan otonomi daerah, antara lain :Tumpang tindih pengendalian audit internal, sehingga mengakibatkan ketidakefisienan dan ketidakefektivan,
baik untuk instansi pengendalian itu
sendiri maupun instansi yang diawasi.
Tumpang tindih juga dialami dengan pengendalian eksternal pemerintah.,Akuntabilitas publik yang belum jelas
dan transparan, khususnya dalam ukuran kinerjanya,Mutu temuan hasil
pemeriksaan masih perlu ditingkatkan, khususnya untuk membantu manajemen dalam pengambilan
keputusan yang efektif dan efisian.
2.3.Langkah-langkah Optimalisasi Pengendalian
Administratif
Ada 2 (dua) jenis langkah besar yang harus
dilakukan dalam pembenahan pengendalian ini agar menjadi
optimal, yaitu :
1. Pembenahan
tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seluruh institusi pengendalian agar menghindari tumpang tindih dan bersifat
sinergis (tidak ego sektoral), dapat bekerja secara efisien dan efektif, serta
memberikan nilai tambah yang optimal dalam pencapaian misi dan tujuan
organisasi (bukan sekedar watchdog untuk menemukan penyimpangan) pada setiap
tingkatan proses manajemen.
2. Pembenahan
standar-standar pengendalian intern agar dapat berjalan secara efektif dan
memudahkan pengendalian/pemeriksaan, serta mencegah terjadinya KKN sedini mungkin.
Pembenahan Tupoksi Seluruh Institusi Pengendalian Seluruh institusi pengendalian,
baik eksternal maupun internal pemerintahan, harus membenahi tupoksinya secara
sadar dan sukarela serta melupakan arogansi institusi, demi pencapaian
tujuan pengendalian yang sinergis, efisien dan efektif,
terutama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengendalian ekstern
pemerintah (Legislatif dan BPK) yang berfungsi sebagai penyeimbang (check and
balance) terhadap fungsi pelaksanaan (eksekutif) oleh Pemerintah bukan berada
di atas Pemerintah, melainkan sejajar dan harusnya merupakan mitra
pemerintah dalam meningkatkan
efisiensi Negara, serta concern (menaruh perhatian) terhadap pengendalian yang efisien dan
efektif. Apabila aparat pengendalian
ekstern pemerintah dapat memanfaatkan hasil pengendalian aparat pengendalian intern pemerintah,
mengapa harus melakukan pemeriksaan ulang dengan biaya yang tidak sedikit.
Sebagai perbandingan, di dunia bisnis/perusahaan, auditor ekstern tidak akan melakukan
pemeriksaan ulang (mengurangi biaya audit yang akan dibebankan keperusahaan)
terhadap apa yang telah dilakukan oleh auditor intern, sepanjang pemeriksaan/audit
tersebut telah dilaksanakan sesuai standar yang sama serta dilandasi kertas
kerja yang memadai. Pengujian yang dilakukan oleh auditor intern tersebut biasanya
terkait dengan quality assurance terhadap sistem pengendalian
manajemen,sedangkan audit ekstern yang dilakukan adalah dalam rangka memberikan opini keseluruhan
terhadap kewajaran laporan keuangan perusahaan. Oleh sebab itu, alangkah indahnya
apabila ada konsensus antara auditor ekstern pemerintah (BPK) dan auditor intern
pemerintah (BPKP/Itjen/Bawasda) mengenai jenis-jenis pekerjaan auditor intern mana
yang akan digunakan oleh auditor ekstern tanpa harus melakukan pemeriksaan ulang,
serta memperkecil luas pengujiannya dalam rangka memberikan opini terhadap laporan
pertanggungjawaban keuangan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan
komentar-komentar tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian dalam era otonomi daerah ini masih mengalami banyak permasalahan, baik dari
segi kelembagaan aparat pengendaliannya yang belum dapat bekerja secara sinergis,
efisien dan efektif (intern dan ekstern), maupun alat-alat pengendalian lainnya berupa
standar- standar sebagai dasar pelaksanaan dan sistem pengendalian intern yang
belum dapat berjalan sesuai dengan yang diniatkan oleh peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, langkah-langkah apa
yang masih harus dilakukan ke depan demi mengoptimalkan pengendalian dalam era otonomi daerah ?
Menurut
kami, langkah-langkah tersebut sebelum ditetapkan, harus didahului dengan komitmen
pemerintah tentang pengendalian,
karena komitmen adalah bagian integral dari sistem nilai yang baik. Tanpa
komitmen yang terpelihara, akan timbul perilaku yang tidak jujur. Dapat kita
bayangkan bagaimana setiap hubungan, baik secara pribadi, organisasi atau yang
bersifat profesional dapat berjalan mulus, Ketidakpastian dapat menyebabkan
kebingungan. Kurangnya komitmen akan menggoyahkan hubungan dan menimbulkan
perasaan tidak aman. Komitmen, baru benar-benar suatu komitmen, apabila
menunjukkan :
1.
Saling ketergantungan;
2.
Kepercayaan;
3.
Dapat diprediksi;
4.
Konsisten;
5.
Saling memberikan perhatian;
6.
Ada rasa empati terhadap sesama;
7.
Peka terhadap kewajiban;
8.
Tulus;
9.
Berkarakter;
10.
Loyalitas
Apabila
salah satu unsur ini hilang maka komitmen akan kehilangan kekuatannya. Komitmen
berfungsi sebagai lem yang merekatkan hubungan, landasannya karakter, integritas
dan empati. Komitmen adalah sebuah tanda kedewasaan dan seharusnya komitmen
terbesar kita adalah terhadap nilai dan etika. Tanggung jawab terbesar kita
adalah meninggalkan warisan yang dapat dibanggakan kepada generasi penerus,
yaitu bahwa institusi pengendalian di
negara kita ini perannya benar-benar sudah diakui keberadaannya dengan melihat
dari cara kerjanya, dari nilai yang dianutnya, dari etika yang ditanamkannya,
dan hasil yang diberikannya kepada masyarakat dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar